Senin, 14 Maret 2016

Aku Tidak Butuh Pujian

Illustrasi: (Dok.Net)

             Farid adalah seorang anak laki-laki kelas 8i yang jago bermain gitar, jago fisika, dan juga matematika. Disamping itu, dia juga termasuk lelaki yang tampan dan berasal dari keluarga yang berada. Tak heran banyak siswa yang tergila-gila padanya. Mereka bukan hanya tergila-gila, tapi mereka sering memuji kehebatan yang Farid miliki. Karena hal ini, Farid berfikir bahwa semua orang yang dikenalnya remeh, tidak ada apa-apanya dibanding dengan dirinya. Dia juga berfikir bahwa dia adalah orang yang paling sempurna.
            Hari ini ada tes kesenian, semua siswa wajib memainkan alat musik apa saja yang mereka bisa. Tentu saja, Farid menunjukan kehebatan bermain gitarnya dengan lagu Semua Tentang Kita-Peterpan. Ketika dia selesai bermain gitar, semua temannya memberi tepuk tangan tanda mereka menyukainya. Banyak temannya yang meminta diajari, tapi dia selalu menolaknya.
            “Rid, tadi main gitarnya kereeeen banget! Aku pengen dong diajarin gitar biar hebat seperti kamu! ” ujar Reza, teman sebangkunya.
            “Iya lah Farid gitu lho! What? Kamu minta diajarin gitar? NO NO NO! Kamu berani berapa minta diajarin gitar? Hah!” Jawab Farid dengan nada sombong.
         Farid selalu mendapatkan apa yang dia inginkan. Handphone, gitar, laptop, semuanya yang diinginkan pasti didapatkannya dalam waktu yang singkat. Farid tidak pernah dibully karena kehebatannya. Dia tidak pernah mendapatkan kritikan sehingga ia menganggap bahwa dirinyalah yang paling hebat. Yang ia dapatkan hanyalah pujian-pujian menyesatkan yang membuat Farid menjadi malas belajar, dan sudah merasa cukup dengan kepintarannya.
            “Rid, aku hari ini ke rumah kamu ya! Kita belajar bareng untuk ulangan matematika besok” ajak Rudi, teman sekelasnya sekaligus tetangganya.
            “Hmmm.. Ga bisa Rudi, hari ini aku ada les gitar. Lagian, untuk ulangan besok aku tidak perlu belajar. Aku pasti dapat nilai tertinggi di kelas! Sorry ya! “ jawab Farid sombong.
            Sepulang sekolah, farid langsung menuju tempat les gitarnya. Pulang dari tempat les, dia langsung bermain bola dan lupa kalau besok ada ulangan. Bermain bola memang asyik, tapi harus ingat waktu. Farid baru selesai bermain bola setelah adzan maghrib berkumandang, padahal dia bermain bola dari jam 3.
            Besok ada ulangan matematika. Bukan buku yang ditangannya tapi malah stick game yang asyik dia mainkan. Padahal materi untuk ulangan besok sangatlah sulit. Tapi dia tidak berpaling sedikitpun dari layar komputernya. Walaupun Papa dan Mamanya sudah mengingatkan, Farid tidak menghiraukannya.
            Sudah saatnya ulangan matematika dimulai. Farid membuka lembar soal dengan sombong. Dilihatnya soal satu per satu tapi tidak ada rumus matematika yang dia ingat. Yang dia ingat hanya trik untuk mengalahkan lawannya ketika bermain game online yang semalaman dia mainkan.
            “Rid, soalnya mudah sekali ya! Kamu pasti dapat nilai 100”
            “Hahaha iya lah, waktu aku kelas 3 aku bisa mengerjakannya. Bahkan aku dapat 1000! “ Farid menjawabnya sambil gemetaran.
            Pembagian hasil ulangan hari ini. Seperti biasanya, yang dipanggil pertama adalah yang mempunyai nilai terendah. Kali ini Farid dipanggil pertama. Dan dia melihat ke pojok atas angka 1 berwarna merah terpampang jelas. Dia sangat menyesal atas apa yang telah terjadi padanya.
            Setelah kejadian itu, dia sadar bahwa dia bukanlah orang terpintar, bukan juga orang terhebat. Pujian-pujian yang diterimanya hanyalah membuat Farid malas belajar. Dia berjanji, dia tidak akan sombong lagi, dan jika ada yang meminta diajari gitar pasti dia mengajarinya. Dia meminta maaf kepada temannya yang pernah dia sakiti.
     AKU TIDAK BUTUH PUJIAN. PUJIAN HANYA BISA MENYESATKANKU. SEKARANG AKU TIDAK AKAN MENGHIRAUKAN PUJIAN YANG SELALU AKU TERIMA!!! Tulisan itu ada pada buku diarynya, dan ia tulis dengan huruf kapital supaya dia selalu mengingatnya.
Share:

1 komentar: